وَعَنْهُ رَضِى اللهُ َعْنهُ قَالَ :
سَمِعْتُ رسول اللهِ صلى الله عليه و سلم َيخْطُبُ يَقُوْلُ : لاَيَخْلُوَنَّ
رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ اِلاَّوَمَعَهَاذُوْمَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ
ِالاَّمَعَ ِذيْ مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ. فقال:يارسول الله، ِإنَّ ِإمْرَأَتِى
خَرَجَتْ حَا جَّةً وَ ِإنِّى ِاكْتَتَبْتُ فِى غَزْوَةٍ كَذَاوَكَذَا، فَقَالَ :
اِنْطَلِقْ فَحَجِّ مَعَ إِ مْرَأَتِكَ. (متفق عليه)
·
Terjemahan Hadis :
"Ibnu Abbas berkata :
"Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah seorang
laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan
(hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian)
seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan
berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah
mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda,
"Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." [1]
· Penjelasan Hadits
Larangan tersebut, antara lain
dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan jenis demi menghindari
fitnah. Dalam kenyataannya, di negara-negara yang menganut pergaulan bebas,
norma-norma hukum dan kesopanan merupakan salah satu pembeda antara manusia
dengan binatang seakan-akan hilang. Hal ini karena kesenangan dan kebebasan
dijadikan sebagai rujukan utama. Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang
aneh, tetapi sudah biasa terjadi, bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau
demikian adanya, apa bedanya antara manusia dengan binatang ?
Oleh karena itu, larangan Islam, tidak
semata-mata untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk
menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah
satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan
perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar
norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati
masyarakat.
Adapun larangan kedua, tentang wanita
yang bepergian tanpa mahram, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama.
Ada yang menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian,
perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram.
Ada yang berpendapat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang
memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan
tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita
yang sudah tua diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya.
Sebenarnya, kalau dikaji secara
mendalam, larangan wanita mengadakan safar adalah sangat kondisional.
Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan meyakini tidak akan terjadi
apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan merepotkan mahramnya setiap kali akan
pergi. Maka perjalanannya dibolehkan. Misalnya pergi untuk kuliah, kanotr dan
lain-lain yang memang sudah biasa dilakukan setiap hari, apabila kalau kantor
atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya,
kalau tidak merepotkan dan menganggunya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah
kemaslahatan dan keamanan. Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan
aman, apalagi pada saat ini telah ada petugas pembimbing haji yang akan
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka
seorang wanita yang pergi haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau
memang dia sudah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji
[1]
Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta:
PT. Pustaka Setia, 2003, h.217
syukran. sangat membantu tugas kuliah saya...
BalasHapus